Mengenang Perjuangan Kadet Soewoko Pahlawan Kemerdekaan Dari Lamongan

Didalam menyongsong kemerdekaan Republik Indonesia, kita banyak menemukan cerita yang berasal dari daerah pedesaan yang tidak luput dari perjuangan para patriot bangsa, yang memiliki keberanian baja. Dengan modal kemauan yang kuat untuk bebas dari belenggu kaum penjajah. Salah satu patriot rakyat lamongan yang sampai saat ini selalu di kenang serta diperingati Napak tilasnya oleh masyarakat Lamongan.

Kadet Soewoko lahir tahun 1928 di Desa Lumbangsari, Krebet, Malang Jawa Timur. 
Beliau di tugaskan di Kodim 0812 Lamongan untuk menjadi Komandan Regu 1 seksi 1 Pasukan Tamtama yang bertugas menumpas para penjajah Belanda saat menghadapi Agresi Militer Belanda II 
tahun 1949.

Kadet Soewoko lebih dikenal rakyat dengan sapaan akrab Soewoko, yang merupkan 
Pahlawan berasal dari Lamongan Jawa Timur. Soewoko dikenal karena peranannya yang menginpirasi kaum muda, dan membangkitkan semangat rakyat setempat untuk melawan kembalinya 
penjajah Belanda. Perjuangan Soewoko berakhir dengan perempuran yang sengit melawan Belanda di sekitar Desa Gumantuk Kecamatan Sekaran Kab. Lamongan Jawa Timur, Soewoko gugur sebagai 
Kusuma Bangsa pada usia 21 Tahun.

Pertempuran heroik Kadet Soewoko terjadi pada hari Minggu, tanggal 09 Maret 1949 
menjelang siang, beberapa penduduk setempat datang ke markas yang saat itu ditemui oleh Kopral TNI Sukaeri, yang merupakan salah satu anggota Pasukan Kadet Suwoko.

Kedatangan penduduk tersebut memberikan laporan jika ada patroli Belanda yang kendaraannya terperosok.
Penduduk : “ Tuan..lapor……ada truk tentara Belanda yang mengangkut 12 pasukannya 
terperosok di parit sebelah Barat ujung Desa Gumantuk." Laporannya.
Mendengar berita itu Kopral Sukaeri segera menghadap Kadet Soewoko yang merupakan Komandannya.

Kopral Sukaeri : “ Lapor Dan…..atas laporan warga, disebelah Barat Desa Gumantuk ada truk Belanda yang terperosok ke parit dengan 12 pasukannya.

Kadet Soewoko : “Segera siapkan pasukan, kita bergerak menyusuri parit dengan perahu menuju 
ke arah Utara. Kita hanya mempunyai 7 senjata, jadi satu diantara kita harus 
tinggal di Markas.

Pada saat itu pasukannya Kadet Soewoko beranggotakan 8 orang, dan hanya 
mempunyai 7 pucuk senjata yang merupakan peninggalan Jepang, dengan terpaksa 1 anggotanya 
harus tinggal di Markas, kemudian mereka bergegas mengatur strategi untuk menyerang.

Kadet Soewoko dan pasukannya tetap sepakat untuk menyerang Belanda yang 
berjuluk pasukan Gajah Merah, yang ternyata saat itu dikabarkan ke 12 pasukan Belanda itu bertelanjang dada dan mengenakan kacu warna merah didadanya diarea terbuka ditengah sawah.

Pasukan Soewoko bergerak dengan menaiki perahu kemudian merayap bersama 7 
pasukannya. Sampailah di kebun bengkoang milik warga, dengan hati – hati Kadet Soewoko mendekati lokasi Belanda, kemudian Soewoko memberikan perintah.

Kadet Soewoko, memberikan perintah, “ Kita berpencar, ada yang kesebelah Barat, ke ke utara dan ke timur, kalau sudah 
sampai jarak tembak yang tepat kita lepaskan tembakan salvo," perintahnya.

Saat pasukan Kadet Soewoko mendekati sasaran tembak, naas tiba-tiba datang truk 
Power Wagon berisi penuh serdadu Belanda untuk membantu truk yang terprosok parit itu, sehingga kekuatan Belanda menjadi berlipat sekitar 37 orang.

Kadet Soewoko juga memberikan semangat pada pasukannya. “Ingat sumpah kita, Selama nyawa di kandung badan pantang untuk mundur," sumpahnya.

Meski kekuatan lawan berlipat dan pasukan regu Soewoko terkepung tetapi mereka 
tidak gentar tetap melakukan serangan dengan gencar. Pasukan Belanda sempat kocar kacir dan terjungkal mendapat tembakan bertubi-tubi dari regu Soewoko.

Namun demikian jumlah pasukan yang tidak seimbang merupakan faktor yang sangat menentukan juga, hingga merasa terkepung, Soewoko selaku Komandan regu memutuskan mengajak pasukannya untuk mundur,

Kadet Soewoko : “ munduuur…..…mundur……”. Ujar Soewoko,

Pasukan Kadet Soewoko terdesak dan berencana mundur tetapi tidak bisa dilakukan, 
karena diam – diam sebagian tentara Belanda mengepung dari belakang. Kadet Soewoko memutuskan 
menerobos kepungan musuh, 2 orang anggota regu Soewoko lolos, satu pura-pura mati dan 3 
tertembak mati. Sial bagi Kadet Soewoko yang tertembak di kedua bahunya dan tergeletak ditanah 
tanpa bisa melakukan perlawanan lagi, kemudian beberapa Tentara Belanda mendekati dan 
menanyakan nama dengan suara membentak,

Belanda : “Siapa you punya nama….?”
Soewoko : “ Soewignyo……..” .Jawab Soewoko dengan nama samaran

Ketika Soewoko akan dibawa ke Markas Belanda yang berada di Sukodadi, Soewoko menolak dan 
berkata :
Soewoko :” saya tidak mau menyerah, bunuh saya…………..!”

Sedadu Belanda marah mendengar ucapan Soewoko, lantas menusuk dada kiri
dengan bayonet dan menembak pipinya, sehingga Soewoko langsung gugur. Peristiwa heroik ini terekam memori pikiran anggota regu Soewoko yang saat itu pura-pura mati.

Soewoko yang gugur bersama 3 anggota regu lainnya langsung dimakamkan oleh 
warga setempat di makam desa Gumantuk tanpa dimandikan, dengan alasan dinilai mati sahid. Regu 
Soewoko yang gugur dalam pertempuran itu tertera pada monumen Kadet Soewoko yang ada di Desa Gumantuk Kec.Maduran (pemekaran wilayah masuk Kec.Maduran) yang bertuliskan; “Tugu Peringatan Mengenang Jasa para Pahlawan”, serta tertera beberapa nama diantaranya adalah :
1. Soewoko Kadet TNI.
2. Widodo Kopral TNI.
3. Sukaeri Kopral TNI.
4. Lasiban Kopral TNI.

Pemerintah Daerah Lamongan memindahkan jenazah Kadet Soewoko
dan tiga anggota regunya ke Taman Makam Pahlawan (TMT) Kusuma Bangsa Lamongan.

Kisah Kepahlawanan Kadet Soewoko tersebut kemudian dikenang dengan dibangunnya 
Patung Kadet Soewoko pada tahun 1975. Kata-kata terakhirnyapun ditulis didinding monumen dan 
relief pertempuran Soewoko. Patung itu berdiri kokoh di pintu masuk Kota Lamongan sebelah Timur 
dekat Kodim 0812 tempat asal Soewoko berdinas. Nama Kadet Soewoko juga diabadikan menjadi 
salah satu jalan Protokol di Kota Lamongan.
Tulisan yang terdapat di dinding Monumen Kadet Soewoko berbunyi :

Di desa Gumantuk, pada hari Minggu Legi tanggal 4 Maret 1949, sekira 
jam 17.00 Sore, telah terjadi pertempuran antara regu Kadet SOEWOKO, yag terdiri dari 7 orang, menyerang satu pleton pasukan 
Belanda yang terdiri dari 37 orang yang baru selesai mengangkat 
kendaraan Powernya yang terperosok kedalam sungai ditepi sawah. 
Dalam pertempuran ini telah timbul korban-korban dari kedua belah pihak, dari regu Soewoko gugur 4 orang sebagai Pahlawan 
Bangsa, mereka itu :
1. Kadet Soewoko (dipatungkan)
2. Sdr. Widodo
3. Sdr. Sukaeri dan,
4. Sdr. Lasiban

Kata-kata terahir Kadet Soewoko,
“Saya tidak mau menyerah, bunuh saya”

Setiap tahun DISPORA Kab. Lamongan mengadakan kegiatan Gerak Jalan Napak 
Tilas Kadet Soewoko guna melestarikan serta mengangkat nilai-nilai perjuangan dan menumbuhkan rasa patriotisme
dan cinta tanah air yang diikuti oleh berbagi regu baik dari unsur Instansi, Pelajar maupun umum.
Dalam Napak tilas perjalanan Kadet Soewoko tidak hanya menyusuri jalan saja bahkan sampai saat ini masih dilakukan melewati daerah persawahan, diantaranya 
rute yang dilewati : Start dari Desa Gumantuk- Desa Ngayung- Desa Porodesa- Desa Sungegeneng- Desa Sungelebak- Desa Pucangro- Desa Balunggatel (melewati persawahan dan sungai)- Desa Wedoro (menuju ke selatan)- Desa Turi- Desa 
Tawangrejo- Desa Karangploso- Desa Gabus- Desa Balun- Desa Sarirejo- Jl. Pahlawan- Jl.Basuki Rahmad- Jl. Lamongrejo- Jl. A.Yani (Alun-Alun Lamongan). Investigasi dari Agustin Syamsiah,Spd.(guru seni SDN Karanggeneng). Narasumber dari beberapa tokoh serta sesepuh desa sekitarnya, diantaranya:
1. Bapak Imron Hamzah (wakil pemerintahan Desa)
2. Bapak Kasibu (sesepuh Desa).
3. Bapak Ahmad Syakun (sesepuh Desa)./Sutikno Arie.

Komentar